Portal Hukum China - CJO

Temukan hukum Tiongkok dan dokumen publik resmi dalam bahasa Inggris

InggrisArabCina (Modern)DutchPerancisJermanHindiItaliaJepangKoreaPortugisRusiaSpanyolSwediaIbraniIndonesiaVietnamThailandTurkiMalay

Hukum Hutan Tiongkok (2019)

森林 法

Jenis hukum Hukum

Menerbitkan tubuh Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional

Tanggal diundangkan Desember 28, 2019

Tanggal berlaku Juli 01, 2020

Status validitas Sah

Lingkup aplikasi Nasional

Topik) Hukum Pertanian

Editor Pengamat CJ

Hukum Kehutanan Republik Rakyat Cina
(Diadopsi pada Rapat ke-7 Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Keenam pada tanggal 20 September 1984; diubah untuk pertama kalinya sesuai dengan Keputusan tentang Perubahan Hukum Hutan Republik Rakyat China yang diadopsi pada Rapat Kedua Berdiri Komite Kongres Rakyat Nasional Kesembilan pada tanggal 2 April 29; diubah untuk kedua kalinya sesuai dengan Keputusan tentang Perubahan Undang-undang Tertentu yang diadopsi pada Rapat ke-1998 Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Kesebelas pada tanggal 10 Agustus 27; dan direvisi pada Rapat Panitia Tetap Kongres Rakyat Nasional Ketigabelas ke-2009 pada tanggal 15 Desember 28.)
Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1 Undang-Undang ini diundangkan dengan tujuan untuk mewujudkan cita-cita bahwa perairan jernih dan pegunungan yang subur merupakan aset yang tak ternilai, melindungi, membudidayakan, dan memanfaatkan sumber daya hutan secara rasional, mempercepat penghijauan lahan, menjaga keamanan ekologi hutan, membangun peradaban ekologis, dan mencapai keharmonisan. hidup berdampingan antara manusia dan alam.
Pasal 2 Undang-Undang ini berlaku untuk kegiatan perlindungan, budidaya, dan pemanfaatan hutan, kayu, serta kegiatan pengelolaan dan penatausahaan hutan, kayu, dan lahan hutan yang dilakukan di wilayah Republik Rakyat Cina.
Pasal 3Perlindungan, pembudidayaan, dan pemanfaatan sumber daya hutan harus menghormati dan menyesuaikan dengan alam, berpegang pada prinsip mengutamakan ekologi dan perlindungan, memadukan perlindungan dengan budidaya, dan pembangunan berkelanjutan.
Pasal 4 Negara harus mengadopsi tanggung jawab berorientasi target dan sistem evaluasi kinerja untuk perlindungan dan pengembangan sumber daya hutan. Pemerintah rakyat di tingkat yang lebih tinggi harus mengevaluasi kinerja pemerintah rakyat di tingkat yang lebih rendah dalam mencapai target perlindungan dan pengembangan sumber daya hutan, pencegahan kebakaran hutan, dan pengendalian hama hutan utama, serta mengungkapkan hasil evaluasi.
Pemerintah daerah dapat membentuk sistem pengelolaan hutan berdasarkan kebutuhan perlindungan dan pengembangan sumber daya hutan di wilayah administrasinya masing-masing.
Pasal 5 Negara akan mengambil tindakan fiskal, pajak, keuangan, dan lainnya untuk mendukung perlindungan dan pengembangan sumber daya hutan. Pemerintah rakyat di semua tingkatan harus menjamin investasi dalam perlindungan dan pemulihan ekologi hutan, dan mendorong pembangunan kehutanan.
Pasal 6Dengan tujuan memelihara ekosistem hutan yang stabil, sehat, bermutu tinggi, dan efisien, Negara wajib melaksanakan sistem pengelolaan dan tata kelola hutan kesejahteraan masyarakat dan hutan komersial yang dikategorikan, menonjolkan fungsi-fungsi unggulan, menjalankan berbagai fungsi, dan mencapai keberlanjutan. pemanfaatan sumber daya hutan.
Pasal 7 Negara harus menetapkan sistem kompensasi untuk manfaat ekologis hutan, meningkatkan dukungan untuk perlindungan hutan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kebijakan pembayaran transfer untuk zona fungsional ekologis utama, dan membimbing pemerintah masyarakat di kawasan penerima dan kawasan perlindungan ekologi hutan. dalam memberikan kompensasi untuk manfaat ekologis melalui konsultasi atau cara lain.
Pasal 8 Dewan Negara dan pemerintah rakyat provinsi, daerah otonom, dan kota yang langsung berada di bawah Pemerintah Pusat dapat, sesuai dengan ketentuan tentang hak otonomi daerah otonom nasional yang ditetapkan oleh Negara, melaksanakan kebijakan preferensial untuk perlindungan hutan dan pembangunan kehutanan di daerah otonom nasional.
Pasal 9 Dewan Negara yang berwenang di bidang kehutanan bertanggung jawab atas pekerjaan kehutanan secara nasional. Pejabat kehutanan yang berwenang dari pemerintah daerah pada atau di atas tingkat kabupaten membawahi pekerjaan kehutanan di wilayah pemerintahannya masing-masing.
Pemerintah rakyat di tingkat desa dan kecamatan dapat menunjuk lembaga terkait atau menunjuk personel penuh waktu dan paruh waktu untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan kehutanan.
Pasal 10 Reboisasi dan perlindungan hutan merupakan kewajiban yang wajib dipenuhi oleh warga. Pemerintahan rakyat di semua tingkatan harus mengatur dan melakukan kegiatan penanaman pohon oleh semua warga negara.
Hari Menanam Pohon jatuh pada tanggal 12 Maret setiap tahun.
Pasal 11 Negara akan mengambil langkah-langkah untuk mendorong dan mendukung penelitian ilmiah tentang kehutanan, untuk mempopulerkan teknologi kehutanan yang maju dan dapat diterapkan, dan untuk meningkatkan tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kehutanan.
Pasal 12Pemerintah rakyat di semua tingkatan memperkuat publisitas, edukasi, dan penyebarluasan pengetahuan tentang perlindungan sumber daya hutan, serta mendorong dan mendukung organisasi otonom akar rumput, media berita, badan usaha dan kelembagaan kehutanan, serta relawan, antara lain dalam melakukan publisitas. kampanye tentang perlindungan sumber daya hutan.
Otoritas yang kompeten dari pendidikan dan sekolah harus mendidik siswa tentang perlindungan sumber daya hutan.
Pasal 13 Setiap organisasi atau individu yang telah membuat prestasi luar biasa dalam penghijauan dan penghijauan lahan, perlindungan hutan, pengelolaan dan administrasi hutan dan penelitian ilmiah kehutanan harus dipuji dan dihargai sesuai dengan ketentuan terkait yang ditetapkan oleh Negara.
Bab II Hak Hutan
Pasal 14 Sumber daya hutan adalah milik negara, kecuali yang menjadi milik bersama sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Kepemilikan sumber daya hutan milik negara dilakukan oleh Dewan Negara atas nama negara. Dewan Negara dapat memberikan kewenangan kepada para pejabat yang berwenang atas sumber daya alam Dewan Negara untuk secara seragam menjalankan tugasnya sebagai pemilik sumber daya hutan milik negara.
Pasal 15 Kepemilikan dan hak guna atas tanah hutan dan hutan serta kayu di atasnya didaftarkan secara seragam, disusun, dan diberikan sertifikat oleh lembaga pendaftaran properti yang sebenarnya. Otoritas yang berwenang atas sumber daya alam Dewan Negara bertanggung jawab atas pendaftaran hutan, kayu dan lahan hutan dari kawasan hutan negara kunci yang ditunjuk oleh Dewan Negara (selanjutnya disebut sebagai "kawasan hutan kunci").
Hak dan kepentingan yang sah dari pemilik dan pengguna hutan, kayu dan lahan hutan harus dilindungi oleh hukum, dan tidak boleh dilanggar oleh organisasi atau individu manapun.
Pemilik dan pengguna hutan, kayu dan lahan hutan harus melindungi dan memanfaatkan secara rasional hutan, kayu dan lahan hutan sesuai dengan hukum, dan tidak secara ilegal mengubah penggunaan lahan hutan atau merusak hutan, kayu dan lahan hutan.
Pasal 16 Lahan hutan milik negara dan hutan serta kayu di atasnya dapat ditetapkan menurut undang-undang untuk digunakan oleh pengelola hutan. Hak usufructuary atas lahan hutan milik negara dan hutan serta kayu yang diperoleh oleh pengelola hutan sesuai dengan undang-undang dapat dialihkan, disewakan, dan disumbangkan ke modal dengan nilai yang dinilai, antara lain dengan persetujuan. Tindakan khusus akan dirumuskan oleh Dewan Negara.
Pengelola hutan menjalankan kewajibannya untuk melindungi dan mengolah sumber daya hutan, memastikan peningkatan yang stabil dari sumber daya hutan milik negara, dan meningkatkan fungsi ekologis hutan.
Pasal 17 Apabila lahan hutan milik kolektif dan lahan hutan milik negara yang digunakan oleh petani kolektif sesuai dengan hukum (selanjutnya disebut sebagai "lahan hutan kolektif") dikontrakkan kepada individu, kontraktor berhak atas hak kontrak. pengelolaan lahan hutan dan kepemilikan kayu di atas lahan hutan tunduk pada pengelolaan kontrak, kecuali ditentukan lain oleh kontrak. Kontraktor dapat mengedarkan sesuai dengan undang-undang haknya atas pengelolaan lahan hutan dan kepemilikan dan hak guna dari kayu dengan sewa (subkontrak), pembayaran untuk saham, transfer, dan cara lain.
Pasal 18 Lahan hutan kolektif yang tidak dikontrakkan kepada individu dan hutan di atasnya, dikelola secara terpadu oleh organisasi ekonomi kolektif pedesaan. Dengan persetujuan lebih dari dua pertiga suara mayoritas dari komite penduduk desa atau lebih dari dua pertiga dari perwakilan penduduk desa dan pemberitahuan publik berikutnya, hak atas pengelolaan lahan hutan dan kepemilikan dan hak guna hasil hutan dapat diedarkan sesuai dengan hukum dengan penawaran, lelang, konsultasi publik, dan cara lain.
Pasal 19 Untuk pengedaran hak pengelolaan lahan hutan kolektif harus ditandatangani kontrak tertulis. Kontrak pengedaran hak pengelolaan kawasan hutan pada umumnya memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak atas peredaran, jangka waktu peredaran, harga peredaran dan cara pembayaran, pelepasan kayu dan fasilitas produksi tetap pada kawasan hutan. setelah berakhirnya periode sirkulasi, tanggung jawab atas pelanggaran kontrak.
Jika penerima pengalihan melanggar hukum atau kontrak, menyebabkan kerusakan serius pada hutan, kayu, atau lahan hutan, kontraktor atau kontraktor berhak untuk mencabut hak pengelolaan lahan hutan.
Pasal 20 Untuk kayu yang ditanam oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Umum, Instansi Pemerintah, Perkumpulan, dan Militer, Organisasi Penanaman wajib melakukan pemeliharaan kayu, dan membuang manfaat yang dihasilkan dari kayu tersebut sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Negara. .
Hutan yang ditanam oleh penduduk pedesaan di sisi rumah dan di atas tanah pertanian dan perbukitan yang dialokasikan untuk penggunaan pribadi adalah milik individu. Hutan yang ditanam warga perkotaan di halaman rumahnya masing-masing adalah milik perseorangan.
Kayu yang ditanam di bukit tandus milik negara atau milik kolektif, tanah, dan pantai yang sesuai untuk hutan berdasarkan kontrak yang diberikan kepada kolektif atau individu, dimiliki oleh kolektif atau individu, kecuali ditentukan lain oleh kontrak.
Kayu yang ditanam oleh organisasi atau individu lain dimiliki oleh penanam sesuai dengan undang-undang, dan penanam berhak atas manfaat yang diperoleh dari hutan, kecuali ditentukan lain oleh kontrak.
Pasal 21 Apabila perampasan atau perampasan lahan hutan dan kayu sangat diperlukan oleh kepentingan umum seperti perlindungan ekologi dan pembangunan infrastruktur, prosedur persetujuan harus diselesaikan sesuai dengan hukum dan peraturan administratif seperti Undang-Undang Administrasi Pertanahan Republik Rakyat. Cina, dan kompensasi yang adil dan wajar harus dilakukan.
Pasal 22 Setiap perselisihan tentang kepemilikan dan hak guna atas tanah hutan dan kayu antar organisasi diselesaikan oleh pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten sesuai dengan undang-undang.
Setiap perselisihan tentang kepemilikan kayu dan hak guna lahan hutan antara individu atau antara individu dan organisasi diselesaikan oleh pemerintah rakyat di tingkat desa atau kecamatan atau pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten sesuai dengan undang-undang.
Setiap pihak yang tidak puas dengan keputusan penyelesaian dari pemerintah rakyat yang relevan dapat mengajukan litigasi ke pengadilan rakyat dalam waktu 30 hari setelah menerima pemberitahuan keputusan penyelesaian.
Sebelum sengketa hak atas kayu dan lahan hutan diselesaikan, tidak ada pihak yang dapat menebang kayu yang dipersengketakan atau mengubah status kawasan hutan, kecuali untuk kebutuhan pencegahan kebakaran hutan, pengendalian hama hutan, dan pembangunan infrastruktur utama nasional, antara lain. orang lain.
Bab III Rencana Pembangunan
Pasal 23 Pemerintah rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten mengintegrasikan perlindungan sumber daya hutan dan pembangunan kehutanan ke dalam rencana pembangunan ekonomi dan sosial nasional.
Pasal 24Pemerintah rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten melaksanakan persyaratan pembangunan dan perlindungan tata ruang, merencanakan secara rasional struktur dan pola perlindungan dan pemanfaatan sumber daya hutan, merumuskan tujuan perlindungan dan pengembangan sumber daya hutan, peningkatan tutupan hutan. dan volume stok hutan, serta meningkatkan kualitas dan stabilitas ekosistem hutan.
Pasal 25 Pejabat kehutanan yang berwenang di pemerintahan rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten menyusun rencana pembangunan kehutanan sesuai dengan tujuan perlindungan dan pengembangan sumber daya hutan. Rencana pembangunan kehutanan di tingkat yang lebih rendah harus disusun sesuai dengan rencana pembangunan kehutanan di tingkat yang lebih tinggi.
Pasal 26 Otoritas kehutanan yang berwenang dari pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten dapat, dalam keadaan aktual setempat, merumuskan rencana khusus terkait dengan perlindungan dan pemanfaatan lahan hutan, penghijauan dan penghijauan lahan, pengelolaan hutan, perlindungan alam. hutan.
Pasal 27 Negara harus menetapkan sistem survei dan pemantauan sumber daya hutan untuk mensurvei, memantau, menilai status terkini dan perubahan sumber daya hutan secara nasional, dan mempublikasikan hasilnya secara teratur.
Bab IV Perlindungan Hutan
Pasal 28 Negara memperkuat perlindungan sumber daya hutan dan melaksanakan berbagai fungsi hutan seperti konservasi air dan tanah, pengaturan iklim, perbaikan lingkungan, konservasi keanekaragaman hayati, dan penyediaan hasil hutan.
Pasal 29 Otoritas keuangan pusat dan daerah masing-masing mengatur dana untuk penanaman, pemeliharaan, perlindungan, dan pengelolaan hutan kesejahteraan umum dan untuk kompensasi finansial yang dibayarkan kepada pemegang hak hutan kesejahteraan publik yang bukan milik negara, dan dana tersebut harus digunakan secara eksklusif. untuk tujuan tertentu. Langkah-langkah khusus harus dirumuskan oleh departemen keuangan Dewan Negara sehubungan dengan otoritas yang berwenang di bidang kehutanan.
Pasal 30 Negara mendukung transformasi dan pengembangan kawasan hutan utama serta perlindungan dan pemulihan sumber daya hutan, meningkatkan produksi dan kondisi kehidupan, serta mendorong pembangunan ekonomi dan sosial di wilayah tempatnya berada. Kawasan hutan kunci berhak atas kebijakan seperti pembayaran transfer untuk kawasan fungsional ekologi nasional utama sesuai dengan ketentuan yang relevan.
Pasal 31Negara menetapkan sistem cagar alam dengan taman nasional sebagai badan utama pada kawasan ekologi hutan yang khas, kawasan hutan tempat tumbuh dan berkembang biaknya hewan dan tumbuhan langka dan berharga, kawasan hutan hujan tropis alami, dan kawasan hutan alam lainnya yang memiliki nilai lindung yang istimewa. di zona alam yang berbeda, untuk memperkuat perlindungan dan pengelolaan.
Negara harus mendukung perlindungan dan pemulihan sumber daya hutan di kawasan yang secara ekologis rentan.
Pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten akan mengambil tindakan untuk melindungi sumber daya satwa liar dengan nilai-nilai khusus.
Pasal 32 Negara melaksanakan sistem perlindungan hutan alam secara menyeluruh, membatasi secara tegas penebangan hutan alam, memperkuat pembangunan kemampuan pengelolaan dan perlindungan hutan alam, melindungi dan memulihkan sumber daya hutan alam, dan secara bertahap meningkatkan fungsi ekologi hutan alam. Tindakan khusus akan dirumuskan oleh Dewan Negara.
Pasal 33 Pemerintah daerah pada semua tingkatan mengatur otoritas kompeten yang relevan untuk membentuk organisasi perlindungan hutan yang bertanggung jawab atas perlindungan hutan; membangun fasilitas perlindungan hutan berdasarkan kebutuhan aktual dan memperkuat perlindungan sumber daya hutan; dan mengawasi dan mendesak organisasi terkait untuk membuat perjanjian perlindungan hutan, mengatur perlindungan hutan massal, menunjuk wilayah tanggung jawab perlindungan hutan dan menetapkan penjaga hutan penuh waktu atau paruh waktu.
Pemerintah rakyat di tingkat kabupaten atau di tingkat desa atau kota dapat mempekerjakan polisi hutan yang tanggung jawab utamanya adalah untuk berpatroli dan melindungi hutan, dan, setelah mendeteksi kebakaran hutan, hama hutan atau kegiatan yang merusak sumber daya hutan, untuk segera menangani situasi dan melaporkan kepada kehutanan lokal dan otoritas terkait lainnya.
Pasal 34 Pemerintah daerah pada semua tingkatan bertanggung jawab atas pencegahan kebakaran hutan di wilayah pemerintahannya masing-masing dan melaksanakan pencegahan massal; dan pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten harus mengatur dan memimpin manajemen darurat, kehutanan, keamanan publik, dan otoritas kompeten lainnya untuk bekerja sama secara erat dalam pencegahan, pemadaman, dan pembuangan kebakaran hutan secara ilmiah sesuai dengan tanggung jawab masing-masing:
(1) Menyelenggarakan kampanye publisitas pencegahan kebakaran hutan untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang pencegahan kebakaran hutan;
(2) Penetapan zona pencegahan kebakaran hutan dan penetapan periode pencegahan kebakaran hutan;
(3) Memasang fasilitas pencegahan kebakaran dan menyiapkan peralatan dan bahan pemadam kebakaran;
(4) Membangun sistem pemantauan kebakaran hutan dan peringatan dini untuk menghilangkan risiko tersembunyi secara tepat waktu;
(5) Mengembangkan rencana darurat kebakaran hutan untuk segera mengatur pemadaman kebakaran jika terjadi kebakaran hutan; dan
(6) Menjamin dana yang dibutuhkan untuk mencegah dan memadamkan kebakaran hutan.
Pasukan pencegahan dan pemadaman kebakaran dan penyelamatan komprehensif nasional harus bertanggung jawab atas tugas-tugas pemadam kebakaran dan penyelamatan hutan dan pekerjaan yang berhubungan dengan pencegahan seperti yang ditentukan oleh Negara.
Pasal 35 Pejabat kehutanan yang berwenang di pemerintahan rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten bertanggung jawab atas pemantauan, karantina, serta pencegahan dan pengendalian hama hutan di wilayah pemerintahannya masing-masing.
Pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintah rakyat pada atau di atasnya pada tingkat provinsi bertanggung jawab atas penentuan OPT karantina tumbuhan hutan dan hasilnya, serta penetapan kawasan wabah dan kawasan lindung.
Pemerintah daerah bertanggung jawab atas pencegahan dan pengendalian bencana besar hama kehutanan. Dalam hal terjadi bencana alam yang eksplosif, berbahaya, atau besar lainnya, pemerintah masyarakat setempat segera mengatur penanggulangan bencana tersebut.
Pengelola kehutanan dengan dukungan dan bimbingan pemerintah wajib mencegah dan mengendalikan hama kehutanan dalam lingkup pengelolaannya.
Pasal 36 Negara harus melindungi lahan hutan, mengontrol secara ketat konversi lahan hutan menjadi lahan non-hutan, melakukan kontrol atas jumlah total penguasaan lahan hutan, untuk memastikan bahwa jumlah lahan hutan tidak berkurang. Lahan hutan yang ditempati berbagai proyek konstruksi tidak boleh melebihi kuota dari jumlah total penguasaan lahan hutan di wilayah administratif.
Pasal 37 Eksplorasi mineral, pertambangan, dan konstruksi proyek lainnya tidak boleh menempati atau minimal lahan hutan; dan apabila pendudukan lahan hutan memang diperlukan, persetujuan dari pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten harus diperoleh, dan prosedur persetujuan untuk pembangunan lahan harus diselesaikan sesuai dengan undang-undang.
Entitas yang menempati lahan hutan harus membayar biaya untuk restorasi vegetasi hutan. Tindakan untuk administrasi pemungutan dan penggunaan biaya restorasi hutan harus dirumuskan oleh departemen keuangan Dewan Negara bersama dengan otoritas yang berwenang di bidang kehutanan.
Pejabat kehutanan yang berwenang dari pemerintah rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten mengatur aforestasi untuk memulihkan vegetasi hutan sesuai dengan peraturan, dan luas aforestasi tidak kurang dari luas yang berkurang karena penguasaan lahan hutan. Otoritas kehutanan yang kompeten di tingkat yang lebih tinggi harus secara teratur mengawasi dan mendesak otoritas kehutanan yang kompeten di tingkat yang lebih rendah untuk menyelenggarakan aforestasi dan restorasi vegetasi hutan, serta melakukan inspeksi.
Pasal 38 Dalam hal penggunaan sementara lahan hutan diperlukan, persetujuan dari pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten harus diperoleh; dan jangka waktu penggunaan sementara lahan hutan umumnya tidak melebihi dua tahun, dan tidak ada bangunan permanen yang dibangun di atas lahan hutan untuk penggunaan sementara.
Dalam satu tahun setelah berakhirnya penggunaan sementara lahan hutan, organisasi atau individu yang menggunakan lahan harus memulihkan kondisi vegetasi dan produksi kehutanan.
Pasal 39 Deforestasi dan reklamasi, penggalian batu, penggalian pasir, penggalian tanah, dan tindakan perusakan hutan dan hutan lainnya dilarang.
Pembuangan limbah ke lahan hutan dan lumpur yang mengandung logam berat atau zat beracun dan berbahaya lainnya yang melebihi standar dan sedimen kerukan, tailing, terak, dan sejenisnya yang dapat mencemari lahan hutan dilarang.
Panen kayu bakar, perusakan bibit, dan penggembalaan di lahan hutan muda dilarang.
Relokasi atau penghancuran rambu-rambu perlindungan hutan tanpa izin dilarang.
Pasal 40 Negara harus melindungi kayu kuno, terkenal, langka dan berharga. Dilarang merusak kayu kuno, terkenal, langka dan berharga serta lingkungan alaminya.
Pasal 41Pemerintah rakyat pada semua tingkatan memperkuat pembangunan prasarana kehutanan dan menerapkan sarana ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju dan berlaku, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pencegahan kebakaran hutan, pencegahan dan pengendalian hama hutan, serta kemampuan pengelolaan dan perlindungan hutan lainnya. .
Semua organisasi terkait harus memperkuat pengelolaan dan perlindungan hutan. Badan usaha kehutanan milik negara dan lembaga publik meningkatkan investasi, memperkuat pencegahan kebakaran hutan dan pencegahan dan pengendalian hama hutan, serta mencegah dan menghentikan kegiatan perusakan sumber daya hutan.
Bab V Reboisasi dan Penghijauan Lahan
Pasal 42 Negara mengoordinasikan penghijauan perkotaan dan pedesaan dan penghijauan lahan, melaksanakan kampanye penghijauan lahan skala besar, penghijauan dan mempercantik kawasan perkotaan dan pedesaan, mempromosikan pembangunan kota hutan, memfasilitasi revitalisasi pedesaan, dan membangun tanah air yang indah.
Pasal 43Pemerintah rakyat pada semua tingkatan mengatur semua sektor industri, serta penduduk perkotaan dan pedesaan untuk melakukan penghijauan dan penghijauan lahan.
Perbukitan, tanah, dan pantai tandus milik negara yang cocok untuk hutan akan dihutankan dan dihijaukan sebagaimana diatur oleh pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dan pemerintah rakyat lainnya pada atau di atas tingkat kabupaten; sedangkan yang dimiliki kolektif, oleh organisasi ekonomi kolektif.
Untuk wilayah perkotaan yang direncanakan, di kedua sisi rel kereta api dan jalan raya, tepi sungai, dan di sekitar danau dan waduk, pihak berwenang terkait harus menyelenggarakan penghijauan dan penghijauan lahan sesuai dengan ketentuan yang relevan, dengan memperhatikan kondisi setempat; dan untuk kawasan industri dan pertambangan, kawasan industri, instansi pemerintah, lahan untuk sekolah, barak, peternakan, peternakan, dan perikanan, masing-masing organisasi bertanggung jawab atas penghijauan dan penghijauan lahan. Langkah-langkah khusus untuk mengatur aforestasi perkotaan dan penghijauan lahan harus dirumuskan oleh Dewan Negara.
Bukit, tanah, dan pantai tandus milik negara dan milik kolektif yang cocok untuk hutan dapat dihutankan dan dihijaukan oleh organisasi atau individu berdasarkan kontrak.
Pasal 44 Negara mendorong warga untuk berpartisipasi dalam penghijauan dan penghijauan lahan dengan menanam pohon, merawat dan melindungi, mendanai dan menyumbang aforestasi dan budidaya, atau cara lain.
Pasal 45Pemerintah rakyat pada semua tingkatan dalam menyelenggarakan penghijauan dan penghijauan lahan membuat rencana ilmiah, menyesuaikan diri dengan kondisi setempat, mengoptimalkan komposisi jenis dan jenis hutan, mendorong pemanfaatan jenis pohon asli dan varietas pohon unggul, tumbuh bercampur. hutan, dan meningkatkan kualitas penghijauan dan penghijauan lahan.
Proyek penghijauan dan penghijauan lahan yang diinvestasikan oleh negara atau sebagian besar diinvestasikan oleh Negara akan menggunakan varietas pohon berkembang biak baik sesuai dengan peraturan Negara.
Pasal 46 Pemerintah rakyat di semua tingkatan harus mengambil langkah-langkah yang berfokus pada pemulihan alam, menggabungkan restorasi alam dengan restorasi buatan, dan secara ilmiah melindungi dan memulihkan ekosistem hutan. Lahan hutan muda yang baru ditanami dan tempat lain yang membutuhkan penutupan gunung, harus ditutup oleh pemerintah masyarakat setempat.
Pemerintahan rakyat di semua tingkatan harus, dengan cara terencana, mengatur pemulihan lahan pertanian menjadi hutan atau rumput untuk lahan pertanian yang membutuhkan restorasi ekologis, dalam bentuk lahan miring, lahan penggurunan berat, lahan penggurunan berbatu parah dan lahan berpolusi berat. , sebagaimana ditentukan oleh Dewan Negara.
Pemerintah rakyat di semua tingkatan harus melaksanakan proyek restorasi ekologi hutan untuk memulihkan vegetasi sehubungan dengan faktor alam yang disebabkan oleh pegunungan yang ditinggalkan dan rusak, lahan hutan yang terdegradasi, dan bukit tandus, lahan, dan pantai yang cocok untuk hutan, dengan mempertimbangkan kondisi setempat.
Bab VI Manajemen dan Administrasi
Pasal 47 Negara akan menetapkan, sesuai dengan kebutuhan untuk perlindungan ekologis, lahan hutan dan hutan di atasnya dengan lokasi ekologis yang penting atau dalam kondisi yang rentan secara ekologis, untuk tujuan utama manfaat ekologis, sebagai hutan kesejahteraan umum. Lahan hutan dan hutan di atasnya yang tidak ditetapkan sebagai hutan komersial.
Pasal 48 Hutan kesejahteraan rakyat ditetapkan dan diundangkan oleh Dewan Negara dan pemerintah rakyat provinsi, daerah otonom, dan kota yang langsung berada di bawah Pemerintah Pusat.
Lahan hutan dan hutan di atasnya di wilayah berikut ini akan ditetapkan sebagai hutan kesejahteraan umum:
(1) Daerah tangkapan asal sungai-sungai penting;
(2) Wilayah bantaran sungai dari aliran utama dan anak sungai penting dan wilayah cadangan sumber air minum;
(3) Wilayah sekitar lahan basah dan waduk penting;
(4) Cagar alam untuk hutan dan satwa liar darat;
(5) Hutan tulang punggung hutan penahan angin dan fiksasi pasir di daerah yang mengalami penggurunan dan erosi tanah yang parah;
(6) Sabuk hutan tulang punggung dari hutan pelindung pantai;
(7) Kawasan hutan purba yang belum berkembang; dan
(8) Area lain yang perlu ditunjuk.
Jika penetapan hutan kesejahteraan masyarakat melibatkan lahan hutan bukan milik negara, kesepakatan tertulis harus dibuat dengan pemegang hak, dengan kompensasi yang wajar kepada pemegang hak.
Setiap penyesuaian atas penunjukan hutan kesejahteraan publik harus mendapat persetujuan dari otoritas kompeten yang ditunjuk, dan diumumkan kepada publik.
Langkah-langkah untuk peruntukan dan administrasi hutan kesejahteraan masyarakat di tingkat nasional harus dirumuskan oleh Dewan Negara; dan langkah-langkah peruntukan dan penatausahaan hutan kesejahteraan masyarakat di tingkat daerah disusun oleh Pemerintah Provinsi, Daerah Otonomi, dan Kota yang langsung berada di bawah Pemerintah Pusat.
Pasal 49 Negara harus memberikan perlindungan yang ketat untuk hutan kesejahteraan masyarakat.
Pejabat kehutanan yang berwenang dari pemerintahan rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten harus, dengan cara terencana, mengatur pengelola hutan kesejahteraan masyarakat untuk mengadopsi perbaikan tegakan hutan, pemeliharaan hutan, dan langkah-langkah lain terkait dengan kualitas rendah dan kesejahteraan masyarakat yang rendah manfaat. hutan dengan fungsi ekologis yang sepele seperti hutan jarang dan hutan rusak, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan fungsi perlindungan ekologis hutan kesejahteraan masyarakat.
Di bawah premis memenuhi persyaratan untuk pentingnya lokasi ekologis dan tidak mempengaruhi fungsi ekologi dari hutan kesejahteraan masyarakat, sumber daya lahan hutan dan sumber daya lanskap dari hutan kesejahteraan masyarakat dapat, berdasarkan justifikasi ilmiah, digunakan secara rasional, untuk mengembangkan hutan secara moderat. ekonomi lantai dan wisata hutan. Pemanfaatan hutan kesejahteraan masyarakat dari kegiatan di atas harus sesuai dengan peraturan yang relevan dari Negara.
Pasal 50 Negara harus mendorong pengembangan hutan komersial berikut ini:
(1) Hutan dengan produksi kayu sebagai tujuan utama;
(2) Hutan untuk tujuan utama hasil hutan, meliputi buah-buahan, minyak, minuman, bahan makanan, bahan baku industri, obat-obatan;
(3) Hutan dengan produksi bahan bakar dan energi biomassa lainnya sebagai tujuan utama; dan
(4) Hutan lain dengan manfaat ekonomi sebagai tujuan utama.
Negara, di bawah premis untuk memastikan keamanan ekologis, akan mendorong pengembangan hutan kayu yang tumbuh cepat dan menghasilkan spesies yang tinggi dan pohon berdiameter besar untuk meningkatkan cadangan kayu dan memastikan keamanan pasokan kayu.
Pasal 51 Hutan niaga dikelola sendiri oleh pengelola hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan alasan tidak merusak ekologi, langkah-langkah pengelolaan yang intensif dapat diambil untuk pemanfaatan hutan, kayu dan lahan hutan secara rasional dan peningkatan manfaat ekonomi dari hutan komersial.
Pasal 52 Untuk pembangunan salah satu dari fasilitas teknik berikut yang menyediakan fungsi langsung untuk produksi dan pengelolaan kehutanan di lahan hutan, di mana standar yang disyaratkan oleh otoritas kompeten Negara yang relevan terpenuhi, persetujuan dari pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintah rakyat. di atau di atas tingkat kabupaten harus diperoleh, dan prosedur persetujuan untuk tanah konstruksi dibebaskan; dan jika lahan hutan ditempati melebihi standar, prosedur persetujuan untuk lahan konstruksi harus diselesaikan sesuai dengan hukum:
(1) Fasilitas untuk pembibitan atau produksi benih atau pembibitan;
(2) Fasilitas penyimpanan benih, persemaian, atau kayu;
(3) Jalan sarad, jalan logging, jalan patroli pemadam kebakaran, dan jalan setapak di hutan;
(4) Fasilitas penelitian ilmiah kehutanan dan pendidikan sains populer;
(5) Fasilitas perlindungan fauna dan tumbuhan liar, perlindungan hutan, pencegahan dan pengendalian hama hutan, pencegahan kebakaran hutan, dan karantina kayu;
(6) prasarana penyediaan air, listrik, panas dan gas, serta komunikasi; dan
(7) Sarana teknik lain yang melayani langsung produksi kehutanan.
Pasal 53 Badan usaha kehutanan milik negara dan lembaga publik menyiapkan rencana pengelolaan hutan, menetapkan langkah-langkah untuk budidaya, pengelolaan, dan perlindungan hutan, dan melaksanakan tindakan dengan persetujuan pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintah rakyat di atau di atas kabupaten. tingkat. Rencana pengelolaan hutan untuk kawasan hutan utama harus dilaksanakan dengan persetujuan otoritas yang berwenang di bidang kehutanan dari Dewan Negara.
Negara harus mendukung dan membimbing pengelola hutan lainnya dalam mempersiapkan rencana pengelolaan hutan.
Langkah-langkah khusus untuk persiapan rencana pengelolaan hutan harus dirumuskan oleh otoritas yang berwenang di bidang kehutanan dari Dewan Negara.
Pasal 54 Negara mengontrol secara ketat kuota tahunan penebangan hutan. Pejabat yang berwenang di bidang kehutanan pemerintah provinsi, daerah otonom, dan kota yang langsung berada di bawah Pemerintah Pusat menyiapkan kuota tebangan tahunan untuk wilayah administrasi masing-masing berdasarkan prinsip konsumsi lebih rendah dari pertumbuhan dan pengelolaan dan administrasi menurut kategori hutan, meminta komentar dari pejabat berwenang kehutanan Dewan Negara, mengumumkan kepada publik dan melaksanakan kuota setelah mendapat persetujuan dari pemerintah rakyat pada tingkat yang sama, dan menyerahkan kuota tersebut kepada Dewan Negara untuk dicatat. Kuota penebangan tahunan untuk kawasan hutan utama harus disiapkan oleh otoritas yang berwenang di bidang kehutanan Dewan Negara, dan diumumkan secara terbuka dan dilaksanakan atas persetujuan Dewan Negara.
Pasal 55 Penebangan hutan dan kayu dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Hutan kesejahteraan masyarakat dapat ditebang hanya untuk pemeliharaan, regenerasi, dan perbaikan hutan kualitas rendah dan manfaat rendah. Khususnya, hutan kesejahteraan masyarakat dapat ditebang untuk tujuan penelitian atau eksperimen ilmiah, pencegahan dan pengendalian hama hutan, pembangunan fasilitas pencegahan kebakaran hutan, pembangunan sekat biologis, dan bencana alam.
(2) Untuk hutan komersial, metode penebangan yang berbeda akan diterapkan berdasarkan keadaan yang berbeda, area tebang habis harus dikontrol dengan ketat, dan penebangan dan pemeliharaan harus direncanakan dan dilaksanakan secara bersamaan.
(3) Penebangan kayu di cagar alam dilarang. Pengecualian untuk kayu yang harus ditebang karena keadaan khusus seperti pencegahan dan pengendalian hama hutan, pencegahan kebakaran hutan, pemeliharaan lingkungan hidup objek utama yang dilindungi, dan dalam bencana alam, dan untuk hutan bambu yang terletak di zona eksperimental.
Pejabat kehutanan yang berwenang dari pemerintah rakyat pada atau di atasnya pada tingkat provinsi harus merumuskan protokol teknis terkait penebangan pohon, sesuai dengan ketentuan ayat sebelumnya, dengan memperhatikan prinsip-prinsip seperti pengelolaan dan administrasi menurut kategori hutan, dengan mengutamakan perlindungan, dan penekanan pada efisiensi dan manfaat, antara lain.
Pasal 56 Untuk penebangan kayu di kawasan hutan harus dimohonkan izin penebangan, dan penebangan dilakukan sesuai dengan spesifikasi izin penebangan; dan untuk penebangan hutan bambu di luar cagar alam, izin penebangan tidak diperlukan, tetapi protokol teknis tentang penebangan pohon harus dipenuhi.
Penduduk pedesaan yang akan menebang pohon yang tersebar di petak-petak lahan pertanian yang dialokasikan untuk penggunaan pribadi dan di sisi rumah, tidak diharuskan untuk mengajukan izin penebangan.
Penebangan hutan lindung lahan pertanian, hutan penahan angin dan fiksasi pasir, hutan lindung jalan, hutan lindung bantaran sungai dan tanggul, dan hutan kota antara lain pada lahan non hutan dilakukan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan terkait.
Penggalian dan transplantasi kayu akan dilakukan sebagai penebangan kayu. Langkah-langkah khusus harus dirumuskan oleh otoritas yang berwenang di bidang kehutanan Dewan Negara.
Izin penempaan, pengubahan, perdagangan, dan penyewaan penebangan dilarang.
Pasal 57 Izin penebangan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten.
Otoritas kehutanan yang kompeten dari pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten harus mengambil langkah-langkah untuk memfasilitasi pemohon dalam mengajukan izin penebangan.
Bagi penduduk pedesaan untuk menebang kayu di petak mereka di tanah perbukitan yang dialokasikan untuk penggunaan pribadi dan di tanah kolektif yang dikontrak, izin penebangan harus dikeluarkan dari otoritas kehutanan yang kompeten dari pemerintah rakyat di tingkat kabupaten, atau pemerintah rakyat di tingkat desa dan kota yang dipercayakan oleh mereka.
Pasal 58 Saat mengajukan izin penebangan, dokumen tentang lokasi penebangan, tipe hutan, jenis pohon, luas, volume stok, metode, langkah-langkah regenerasi, hak hutan, dan isi lainnya harus diserahkan. Apabila luas atau volume melebihi yang ditentukan oleh otoritas yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintah rakyat pada atau di atas tingkat provinsi, dokumen survei dan desain untuk zona penebangan juga harus diserahkan.
Pasal 59 Jika protokol teknis tentang penebangan pohon dipenuhi, pihak berwenang yang berwenang yang bertanggung jawab atas persetujuan dan penerbitan izin penebangan harus menerbitkan izin penebangan pada waktu yang tepat. Namun, otoritas yang berwenang yang bertanggung jawab atas persetujuan dan penerbitan izin penebangan tidak boleh menerbitkan izin penebangan melebihi kuota penebangan tahunan.
Pasal 60 Dalam kondisi berikut ini, tidak ada izin penebangan yang dapat dikeluarkan:
(1) Penebangan kayu selama periode penutupan gunung atau di dalam area penutupan gunung;
(2) Tugas regenerasi hutan belum selesai seperti yang dipersyaratkan setelah penebangan pada tahun sebelumnya;
(3) Tidak ada tindakan yang diambil untuk pencegahan dan perbaikan sejak kasus deforestasi besar, kebakaran hutan, atau bencana hama hutan terjadi pada tahun sebelumnya; dan
(4) Keadaan lain yang melarang penebangan sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, dan oleh otoritas kompeten kehutanan Dewan Negara.
Pasal 61 Organisasi dan individu yang melakukan penebangan hutan harus menyelesaikan regenerasi hutan sesuai dengan ketentuan yang relevan. Areal regenerasi hutan tidak boleh kurang dari luas tebangan, dan regenerasi hutan harus memenuhi standar yang ditetapkan dalam protokol teknis terkait.
Pasal 62Negara melalui subsidi bunga, subsidi untuk penimbunan hak atas hutan sebagai agunan, dan tindakan lainnya, mendorong dan membimbing lembaga keuangan untuk melakukan pinjaman hak tanggungan terkait hutan, pinjaman fidusia kepada petani hutan, dan usaha perkreditan lainnya yang sesuai dengan karakteristiknya. kehutanan, dan mendukung lembaga penimbunan hak hutan dalam penimbunan hak hutan sebagai jaminan dengan cara yang berorientasi pasar.
Pasal 63 Negara mendukung pengembangan asuransi kehutanan. Pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten akan memberikan subsidi premi untuk asuransi kehutanan sesuai dengan undang-undang.
Pasal 64 Pengelola kehutanan dapat mengajukan permohonan sertifikasi hutan secara sukarela untuk meningkatkan tingkat pengelolaan hutan dan pengelolaan lestari.
Pasal 65 Setiap perusahaan kayu yang mengoperasikan atau mengolah harus memiliki buku catatan untuk masuk dan keluarnya bahan mentah dan produk dari kayu. Tidak ada organisasi atau individu yang dapat membeli, mengolah, dan mengangkut kayu dengan kesadaran penuh akan asal-usul ilegal mereka seperti penebangan liar atau penggundulan hutan secara sembarangan.
Bab VII Pengawasan dan Inspeksi
Pasal 66 Pejabat kehutanan yang berwenang di pemerintahan rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap perlindungan, pemulihan, pemanfaatan, dan regenerasi sumber daya hutan dan sesuai dengan itu. Hukum, selidiki dan hukum tindakan ilegal seperti perusakan sumber daya hutan.
Pasal 67 Pejabat kehutanan yang berwenang dari pemerintahan rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten berwenang melakukan tindakan sebagai berikut dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pemeriksaan perlindungan sumber daya hutan:
(1) Memasuki tempat produksi dan manajemen untuk inspeksi di tempat;
(2) Memeriksa dan menggandakan dokumen dan file yang relevan, dan menyegel dokumen dan file yang dapat dipindahkan, dihancurkan, disembunyikan, atau dirusak;
(3) Merampas dan menahan kayu dari sumber ilegal yang dibuktikan dengan alat bukti, peralatan, atau properti yang ditujukan untuk kegiatan perusakan sumber daya hutan; dan
(4) Menyegel situs yang terkait dengan kegiatan yang merusak sumber daya hutan.
Untuk daerah dengan perlindungan dan pengembangan sumber daya hutan yang tidak efektif, dengan masalah yang menonjol, dan pengaduan masyarakat yang intensif, pejabat kehutanan yang berwenang dari pemerintah rakyat di atau di atas tingkat provinsi dapat meminta keterangan kepada kepala sekolah yang membawahi pemerintahan rakyat di atau di atas tingkat kabupaten. di wilayah tersebut dan otoritas kompeten mereka yang relevan dan meminta mereka untuk melakukan tindakan korektif pada waktu yang tepat. Informasi tentang penyelidikan dan tindakan korektif harus diungkapkan kepada publik.
Pasal 68 Dalam hal perusakan sumber daya hutan menyebabkan kerusakan ekologi dan lingkungan, pejabat yang berwenang di bidang sumber daya alam dan kehutanan pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten dapat menggugat di pengadilan rakyat sesuai dengan undang-undang dan menuntut ganti rugi dari pelaku tort.
Pasal 69 Otoritas pemeriksa yang berwenang melakukan pengawasan pemeriksaan atas kekayaan sumber daya hutan milik negara sesuai dengan ketentuan terkait yang ditetapkan oleh Negara.
Bab VIII Tanggung Jawab Hukum
Pasal 70 Dalam hal pejabat yang berwenang di bidang kehutanan atau instansi terkait lainnya dari pemerintahan rakyat di tingkat kabupaten atau di atasnya gagal menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini, maka pejabat eksekutif yang bertanggung jawab langsung dikenakan sanksi administratif. orang yang bertanggung jawab langsung lainnya sesuai dengan hukum.
Dalam hal tidak mengambil keputusan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini, pejabat yang berwenang di tingkat yang lebih tinggi berwenang memerintahkan pejabat yang berwenang di tingkat yang lebih rendah untuk mengambil keputusan tentang sanksi administratif atau secara langsung. menjatuhkan sanksi administratif.
Pasal 71 Barangsiapa melanggar ketentuan Undang-Undang ini yang melanggar hak dan kepentingan yang sah dari pemilik atau pengguna hutan, kayu, atau lahan hutan, akan dikenai pertanggungjawaban tort sesuai dengan hukum.
Pasal 72 Setiap perusahaan kehutanan milik negara atau badan publik yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini tidak melaksanakan kewajibannya untuk melindungi dan mengolah sumber daya hutan, menyusun rencana pengelolaan hutan, atau melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. rencana pengelolaan hutan yang disetujui, harus diperintahkan oleh otoritas kehutanan yang berwenang dari pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten untuk mengambil tindakan korektif dalam jangka waktu yang ditentukan, dan sanksi administratif dijatuhkan kepada staf pelaksana yang bertanggung jawab langsung dan orang-orang yang bertanggung jawab langsung lainnya. sesuai dengan hukum.
Pasal 73Setiap orang yang dengan melanggar ketentuan Undang-Undang ini mengubah penggunaan kawasan hutan tanpa persetujuan pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintahan rakyat pada atau di atasnya pada tingkat kabupaten, akan diperintahkan oleh pejabat yang berwenang di bidang kehutanan. Pemerintah rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten untuk memulihkan kondisi vegetasi dan produksi kehutanan dalam jangka waktu yang ditentukan, dan dapat dikenakan denda paling banyak tiga kali lipat biaya pemulihan.
Siapapun yang menempati lahan hutan tanpa menyelesaikan prosedur persetujuan untuk pembangunan lahan, bahkan dengan persetujuan dari pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten, akan dihukum sesuai dengan ketentuan yang relevan dari Undang-Undang Administrasi Pertanahan Republik Rakyat Tiongkok.
Siapapun yang membangun bangunan permanen di lahan hutan untuk penggunaan sementara, atau gagal memulihkan vegetasi atau kondisi produksi kehutanan dalam waktu satu tahun setelah berakhirnya penggunaan sementara lahan hutan, dipidana sesuai dengan ayat 1 pasal ini.
Pasal 74Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini menyebabkan kerusakan kayu dalam cara melakukan reklamasi, penggalian, penggalian pasir, penggalian tanah, atau kegiatan lain, akan diperintahkan oleh pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintahan rakyat. di atau di atas tingkat kabupaten untuk menghentikan kegiatan ilegal, menanam kembali kayu dengan satu sampai tiga kali kayu yang rusak di tempat asli atau tempat lain dalam jangka waktu yang ditentukan, dan dapat dikenakan denda tidak lebih dari lima kali nilai kayu rusak; dan di mana kerusakan terjadi pada lahan hutan, harus diperintahkan oleh otoritas kehutanan yang kompeten dari pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten untuk menghentikan kegiatan ilegal dan memulihkan kondisi vegetasi dan produksi kehutanan dalam jangka waktu yang ditentukan, dan dapat dikenakan. denda tidak lebih dari tiga kali lipat biaya pemulihan.
Barangsiapa yang melanggar ketentuan Undang-undang ini menyebabkan kerusakan kayu dengan cara memanen kayu bakar, merusak bibit, atau merumput di lahan hutan muda, akan diperintahkan oleh pejabat yang berwenang di bidang kehutanan pemerintah rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten untuk menghentikan kegiatan ilegal dan menanami kembali satu sampai tiga kali kayu yang rusak di tempat asalnya atau di tempat lain dalam jangka waktu yang ditentukan.
Barangsiapa membuang limbah dan lumpur yang mengandung logam berat atau zat beracun dan berbahaya lainnya yang melebihi standar dan sedimen kerukan, tailing, terak, dan sejenisnya yang dapat menyebabkan pencemaran pada lahan hutan, diancam sesuai dengan ketentuan terkait dalam Undang-undang. Republik Rakyat Tiongkok tentang Pencegahan dan Pengendalian Polusi Tanah.
Pasal 75 Untuk pemindahan atau perusakan tanda-tanda perlindungan hutan yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini tanpa izin, pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintahan rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten harus memulihkan tanda-tanda perlindungan hutan dengan mengorbankan pelanggar.
Pasal 76Setiap orang yang menebang kayu secara ilegal, akan diperintahkan oleh pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten untuk menanam kembali kayu dengan satu sampai lima kali kayu yang ditebang secara ilegal di tempat asal atau di tempat lain dalam jangka waktu yang ditentukan. dan dikenakan denda lima sampai sepuluh kali lipat dari nilai kayu yang ditebang secara ilegal.
Siapapun yang menebang kayu melebihi jumlah yang diizinkan, akan diperintahkan oleh pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintah rakyat di atau di atas tingkat kabupaten untuk menanam kembali kayu dengan jumlah satu sampai tiga kali lipat dari jumlah kayu yang ditebang secara berlebihan di tempat asal atau di tempat lain di dalam hutan. jangka waktu yang ditentukan, dan dapat dikenakan denda dengan nilai tiga sampai lima kali lipat dari nilai kayu yang ditebang secara berlebihan.
Pasal 77Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini memalsukan, mengubah, memperdagangkan, dan menyewakan izin penebangan, akan dirampas izin dan pendapatannya secara ilegal oleh pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintahan rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten. dan akan dikenakan denda satu sampai tiga kali lipat dari pendapatan ilegal sebagai tambahan; bila tidak ada pendapatan ilegal yang dihasilkan, dapat dikenakan denda tidak lebih dari 20,000 yuan.
Pasal 78Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini membeli, mengolah, dan mengangkut kayu dengan kesadaran penuh akan asal usulnya yang ilegal seperti penebangan liar atau penggundulan hutan secara sembarangan, akan diperintahkan oleh pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintahan rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten untuk menghentikan kegiatan ilegal dan menyita kayu yang dibeli, diolah, dan diangkut secara ilegal atau pendapatan dari penjualan, dan dapat dikenakan denda tidak lebih dari tiga kali harga kayu yang dibeli secara ilegal, diproses , dan diangkut.
Pasal 79 Barangsiapa yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini gagal menyelesaikan tugas-tugas regenerasi hutan, akan diperintahkan oleh pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintahan rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten untuk menyelesaikan tugas dalam jangka waktu yang ditentukan; dalam kasus kegagalan untuk menyelesaikan dalam jangka waktu yang ditentukan, akan dikenakan denda tidak lebih dari dua kali dari biaya yang diperlukan untuk tugas yang tersisa; dan sanksi administratif dijatuhkan kepada para pelaku penanggung jawab langsung dan pihak yang bertanggung jawab langsung lainnya sesuai dengan undang-undang.
Pasal 80Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini menolak atau menghalangi pengawasan dan pemeriksaan oleh pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintah rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten sesuai dengan undang-undang, dapat dikenakan denda paling banyak. 50,000 yuan, dan dalam kasus yang serius, dapat diperintahkan untuk menghentikan produksi dan bisnis untuk perbaikan.
Pasal 81Dalam hal terjadi hal-hal berikut yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini, pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintahan rakyat di atau di atas tingkat kabupaten menyelenggarakan pelaksanaan kewajiban atas nama pelanggar sesuai dengan undang-undang di biaya pelanggar:
(1) Menolak untuk memulihkan vegetasi dan kondisi produksi kehutanan, atau pemulihan vegetasi dan kondisi produksi kehutanan tidak sesuai dengan ketentuan yang relevan dari Negara; atau
(2) Menolak penanaman kembali pohon, atau penanaman kembali tidak sesuai dengan ketentuan terkait di Negara.
Standar pemulihan vegetasi dan kondisi produksi kehutanan serta penanaman kembali kayu harus dirumuskan oleh pejabat yang berwenang di bidang kehutanan dari pemerintah rakyat pada atau di atas tingkat provinsi.
Pasal 82 Otoritas yang berwenang dari keamanan publik dapat, menurut peraturan yang relevan dari Negara, menjalankan kekuasaan hukuman administratif yang ditentukan dalam ayat 1 Pasal 74 dan Pasal 76, 77, dan 78 Undang-undang ini.
Barangsiapa yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini merupakan pelanggaran penyelenggaraan keamanan umum dikenai sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan di mana kejahatan dilakukan, pelanggar harus dimintai pertanggungjawaban pidana sesuai dengan hukum.
Bab IX Ketentuan Tambahan
Pasal 83 Untuk kepentingan Undang-undang ini yang dimaksud dengan istilah:
(1) "Hutan" meliputi hutan punjung, hutan bambu, dan hutan semak yang ditentukan oleh Negara. Hutan dapat diklasifikasikan menurut fungsinya sebagai hutan lindung, hutan tujuan khusus, hutan kayu, hutan ekonomi, dan hutan energi.
(2) "Kayu" termasuk pohon dan bambu.
(3) "Kawasan hutan" adalah lahan untuk pengembangan kehutanan yang ditetapkan oleh rencana pemerintah rakyat pada atau di atas tingkat kabupaten, termasuk lahan hutan punjung dengan kerapatan tajuk tidak kurang dari 0.2 serta hutan bambu. lahan, lahan hutan semak, lahan hutan jarang, lahan panen, lahan terbakar, lahan hutan tidak menghasilkan, dan lahan persemaian.
Pasal 84 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2020.

© 2020 Guodong Du dan Meng Yu. Seluruh hak cipta. Replikasi atau pendistribusian ulang konten, termasuk dengan pembingkaian atau cara serupa, dilarang tanpa izin tertulis sebelumnya dari Guodong Du dan Meng Yu.